Jangan sampai
hanya karena pakaian, pangkat, kewibawaan, bisa membuat pola pikir kita jadi
linier. Ada laki-laki pake anting, tatoan, sangar “pasti orang kagak bener
tuh…” pake gamis sama peci, “wah.. ustadz tuh…” kalau gamis, peci, dan dengan jenggot
panjang.. “kiai..!!”. bukankan kebanyakan pola pikir orang gitu..?? Mereka udah
punya asumsi, parameter, paradigma, kalo orang yang kayak gitu, mesti begitu.
Bukankah itu namanya menghakimi, menge cap orang.? Yang sebenernya yang dia
ketahui adalah bukan apa yang sebenarnya harus diketahui.
Cobalah
ayo.. kita bersama-sama jangan suka menghakimi orang, men stempel orang dengan penampilan,
wibawa, ataupun yang lain. Siapa tahu, yang suka diremeh-remehkan, ternyata dia
para kekasih Tuhan, para preman-preman yang berhati mulia dan taat akan Tuhan…
dan mungkin yang selama ini diduga baik akhlaknya, berpakaian kiai, ternyata
hanya fatamorgana.
Jika
anda pernah ke Mekkah, sekitar 200m keluar anda akan menemuai banyak sekali
orang-orang yang berpakaian dengan jubbah sampai kaki, memakai gamis,
berjenggot panjang, tutup kepala dengan “ubet-ubet” entah apan namanya, mereka
adalah para penjual handphone second. Masaksih, ketidaktahuan mengasumsikan
bahwa pakaian kiai dan ustadz di Indonesia seperti penjual handphone second.?
Haha #JK
Intinya,
kita jangan selalu mem parameter i apapun dengan style-style mereka, karena
semua itu tidaklah bisa untuk dijadikan parameter, dan asumsi. Salam…
0 Komentar